Konsep
Keunggulan Komparatif
Perdagangan
intenasional dapat meningkatkan output dunia karena memungkinkan setiap negara
memproduksi sesuatu yang keunggulan komparatifnya ia kuasai. Suatu negara
memiliki keunggulan komparatif (comparative
advantage) dalam memproduksi suatu barang kalu biaya pengorbanannya dalam
memproduksi barang tersebut (dalam satuan barang lain) lebih rendah dari pada
barang-baran lainnya.
Dalam contoh
hari Valatine 1996, yang terjadi tidak sampai seminggu dari pelaksaan pemilu
pendahuluan menetukan tanggal 20 Februari di New Hampshire, AS, kandidat
presiden dari Partai Republik Patrick Buchanan. Dalam kesempatan tersebut dia
menyempatkan diri berpidato tentang peningkatan mawar impor ke AS, yang
dikatakannya mengancam para petani mawar AS tersingkir dari bisnis itu.
Dalam contoh
diatas, Amerika Serikat memiliki keunggulan komperatif dalam memproduksi mawar
musim dingin, sedangkan AS memiliki keunggulan komparatif dalam membuat
komputer. Standar hidup di kedua tempat akan sama-sama meningkat jika kemudian
AS memasok kebutuhan komputer untu Amerika Selatan, sedangkan Amerika Selatan
memasok kebutuhan mawar di AS. Di sini kita dapat melihat keterkaitan antar
konsep keunggulan komparatif dengan perdagangan internasional: perdagangan antara dua negara akan
menguntungkan kedua belah pihak jika masing-masing negara memproduksi dan
mengekspor produk yang keunggulan koparatifnya ia kuasai.
Perekonomian
Satu Faktor produksi
Untuk
memperkenalakan peran keunggulan komparatif dalam menentukan pola perdagangan,
kita mulai dengan membayangkan bahwa kita tengah menghadapi suatu
perekonomian-kita namakan saja Domestik-yang hanya memiliki satu faktor
produksi, yaitu tenaga kerja. Kita dapat mengumpamakan bahwa perekonomian
tersebut hanya menghasilkan dua barang saja, yakni anggur dan keju. Teknologi
produksi yang digunakan oleh perekonomian Domestik tercermin dari tingkat
produktivitas tenaga kerja di masing-masing sektor ekonominya. Jumlah kebutuhan
tenaga kerja diukur dengan jumlah jam kerja yang diperlukan untuk memproduksi
satu kilogram keju atau satu galon anggur. Untuk rujukan selanjutnya, kita
tetapkan aLW dan
aLC berturut-turut sebagai jumlah tenaga kerja
yang dibutuhkan untuk memproduksi anggur dan keju. Sumber daya total yang
dimiliki oleh perekonomian itu dilambangkan dengan L, yakni total penawaran tenaga kerja.
Kemungkinan
– kemungkinan Produksi
Mengingat
setiap perekonomian selalu meghadapi keterbatasan sumber daya, maka selalu
terdapat pembatas-pembatas terhadap apa dan berapa yang bisa diproduksi, dan
kita selalu harus memilih; artinya, untuk memproduksi satu barang dalam jumlah
lebih banyak, maka kita harus mengurangi produksi barang lain. Pilihan-pilihan
ini dicerminkan oleh suatu garis yang disebut sebgai kurva batas-batas kemungkinan produksi (production possibility frontier). Pada peraga 2-1, batas
kemungkinan produksi (BKP) atau garis PF
menunjukkan jumlah maksimal output anggur yang dapat diproduksi apabila
perekonmian itu sebelumnya sudah menentukan jumlah keju yang diproduksi, atau
sebalinya.
Apabila
hanya terdapat satu faktor produksi maka BKP berbentuk garis lurus. Kita dapat
merumuskan garis ini sebagai berikut: Andaikanlah QW menunjukkan
produksi anggur, sedangkan QC menunjukkan produksi keju. Dengan
demikian, tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan adalah aLWQW, sementara aLCQc. Merupakan
jumlah tenagakerja yang dipergunakan dalam menghasilkan keju. BKP ditentukan
oleh jumlah sumber daya yang tersedia di dalam perekonomian yang bersangkutan,
dalam hal ini, sumber daya yang dimaksud adalah faktor produksi tenaga kerja.
Jumlah tenaga kerja di dalam perekonomian dilambangkan oleh L. Jadi, batas-batas produksi dapat dirumuskan dalam bentuk
ketidaksamaan berikut:
aLCQc
+ aLWQW ≤ L (2-1)
Peraga
2-1: Batas-batas
kemungkinan produksi bagi perekonomian domestik
Garis PF menunjukkan jumlah
maksimum keju yang dapat dihasilkan dengan adanya produksi anggur dalam jumlah
tertentu, dan sebaliknya.
Produksi
anggur Domestik, Qw, dalam satuan galon
L/a
LW Nilai kecendongan
(slope) absolute sama dengan biaya yang pengorbanan keju dalam ukuran minimum
L/a Lc Produksi keju domestik, Qc,
dalam satuan kg
Apabila
BKP itu berbentuk garis lurus, maka biaya pengorbanan (opportunity cost) atas kegiatan memproduksi keju yang dinyatakan
daam satuan nilai anggur adalah konstan. Biaya pengorbanan adalah jumlah galon
anggur yang harus dikorbankan oleh perekonomian untuk memproduksi tambahan satu
kilogram keju.
Harga-harga
Relatif dan Penawaran
Kita
ketahui bahwa BKP menenjukkan kombinasi barang-barang yang dapat diproduksi oleh suatu perekonomian. Untuk
menetukkan barang apa yang akan diproduksi, kita perlu melihat variabel harga.
Persisnya, kita harus mengetahui harga-harga relatif dari masing-masing barang,
yaitu harga dari suatu barang yang dinyatakan dalam satuan nilai barang lain.
Dalam
sebuah perekonomian yang kompetitf, besar atau kecilnya penawaran ditentukan
oleh upaya individu-individu dalam rangka memaksimalkan penghasilannya. Dalam
perekonomian yang kita sederhanakan, dimana faktor produksi tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi,
penawaran keju dan anggur akan ditentukan oleh perpindahan tenaga kerja kke
sektor yang memberikan tingkat upah lebih tinggi.
Perekonomian
akan melakukan spesialisasi dalam produksi keju jika harga relatif keju lebih
tinggi dari biaya pengorbanannya, dan akan melakukan spesialisasi dalam
produksi anggur jika harga relatif keju lebih dari biaya pengorbanannya.
Tanpa
adanya perdagangan internasional, perekonomian Domestik harus memproduksi
sendiri kedua barang itu. Tetapi, perekonomian tersebut akan memproduksi kedua
barang hanya jika harga relatif keju persis sama dengan biaya pengorbanannya.
Karena biaya pengorbanan sama dengan nisbah jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk memproduksi keju dan anggur, maka kita dapat menyimpulkan dengan “teori
nilai pekerja” sedehana: Tanpa berlangsungnya
hubungan perdagangan internasional, maka harga relatif barang-barang sama
dengan kebutuhan relatif jumlah tenaga kerjanya.
Perdagangan
Dalam Dunia Yang Hanya Memiliki Satu Faktor Produksi
Memang mudah untuk menjabarkan pola
dan dampak perdagngan antara dua negara jika msaing-masing negara hanya
memiliki satu faktor prodksi saja. Namun, dari analisis ini dapat mengejutkan,
dan memang tampaknya orang-orang awam yang tidak memahami perdagangan
internasional sering rancu dalam mengambil kesimpulan. Dengan demikina, model
perdagangan yang paling sederhana ini dapat memegang peranan penting dalam
upaya memahami permasalahan-permasalahan dalam dunia nyata, seperti masalah
mengenai apa sesungguhnya yang melandasi terjadi kegiatan persaingan
internasional dan pertukaran internasional (antar-negara) yang wajar.
Namun, sebelum
menginjak pada permasalahan-permasalahn ini, akan ada baiknya jika kita
menjabarkan modelnya sendiri terlebih dahulu. Anggaplah hanya ada dua negara.
Kita namakan kedua negara ini masing-masing domestik dan asing. Setiap negara
hanya memiliki satu faktor produksi (tenaga kerja) saja, dan masing-masing
dapat memproduksi dua barang; anggur dan keju. Seperti telah disinggung
sebelumya, jumlah angkatankerja di domestik adalah L dan kebutuhan tenag kerja untuk memproduksi anggur dan keju
berturut-turut adalah aLW
dan aLC. Dalam
mengidentifikasi negara asing, kita memanipulasi notasi dengan menambahkan
tanda (*) di atas notasi yang digunakan untuk negara domestik. Dengan demikian,
angkatan kerja di negara asing menjadi L*;
kebutuhan tenaga kerja untukmemproduksi susu dan keju masing-masing menjadi a*LW
dan a*LC
demikian pula halnya untuk yang lain.
Secara umum,
kebutuhantenaga kerja dapat mengikuti suatu pola. Misalnya saja, perekonomian Domestik
bisa kurang produktif dibandingkan dengan Asing dalam memproduksi anggur, akan
tetapi Domestik lebih produktif dalam memproduksi keju, atau sebaliknya. Untuk
sementara, kita hanya membuat satu asumsi acak bahwa:
aLC
/aLW < a*LC/a*LW (2-2)
atau, formulasi
di atas dapat pula diubah dan dirumuskan kembali sebagai berikut:
aLC
/a*LC < aLW/a*LW (2-3)
Perlu ditekankan
bahwa ada satu halperli segera dan sealu diingat: definisi keunggulan komparatif itu
meliputi keempat jumlah kebutuhan tenaga kerja, jadi tidak hanya dua. Anda
mungkin mengira bahwa untuk menetukan siapa yang akan siapa yang akan
memproduksi keju dan siap yang akan memproduksi anggur, yang perlu diperhatikan
yaitu perbandingan kebutuhan tenaga kerja dalam memproduksi keju di kedua
negara yakni aLC dan a*LC (demikian pula halnya untuk anggur)
jadi seandainya saja aLC < a*LC ,
maka otu berarti para pekerja Domestik lebih efisien daripada Asing dalam
memproduksi keju. Ini adalah suatu keadaann di mana Domestik dikatakan memiliki
suatu keunggulan mutlak (absolute
advantage) dalam produksi keju.
Kita tidak dapat
menentukan pola perdagangan hanya berdasarkan keunggulan mutlak itu saja. Salah
satu penyebab kesalahan terpentingdalam sebagian besar pembahasan mengenai
perdagangan internasional adalah adanya pencampur adukan konsepsi atau makna
keunggulan komparatif itu dengan keunggulan mutlak.
Tanpa adanya
perdagangan internasional, harga relatif keju dan anggur di setiap negara
sapenuhnya akan ditentukan oleh kebutuhan relatif jumlah tenaga kerja di
masing-masing sektor di setiap negara. Dengan demikian, harga relatif keju pada
perekonomian domestik adalah aLC /aLW
; sedangkan di Asing adalah a*LC/a*LW.
Peraga
2-2 : Batas Kemungkinan Produksi Bagi
Perekonomian Asing
Karena jumlah kenutuhan tenaga
kerja dalam menghasilkan keju di Asing lebih tinggi dibandingkan dengan di
Domestik, maka bentuk kurva batas-batas kemungkinan produksi di Asing lebih
curam.
Produksi
anggur Asing Q*W, dalam satuan galon
L*/a*LW
+1 PF*
L*/a* LC Produksi keju domestik, Qc,
dalam satuan pon
Dengan
berlangsungnya hubungan perdagangan internasional, maka harga tidak lagi
semata-mata ditentukan oleh pertimbangan – pertimbangan domestik.
Penentuan
Harga Relatif Setelah Adanya Perdagangan Internasional
Pada prinsipnya,
harga atas barang-barang yang diperdagangkan secara internasional, seperti
halnya harga atas barang-barang lainhya, selalu ditentukan oleh
kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan. Namun, dalam membahas keunggulan
komparatif, kita harus menerapkan “analisis penawaran dan permintaan” secra
hati-hati.
Salah satu cara
yang bermanfaat untuk memadukan kedua pasar menjadi satu objek kajian adalah
dengan tidakhanya menitikberatkan pada jumlah keju dan anggur yang ditawarkan
dan yang diminta, akan tetapi juga pada penawaran dan permintaan relatif, yaitu
pada jumlah keju yang ditawarkan satu yang diminta dibagi jumlah anggur yang
ditawarkan atau yang diminta.
Peraga
2-3 : Permintaan dan Penawaran Relatif
Kurva RD menunjukkan bahwa besar-kecilnya
permintaan untuk keju relatif terhadap anggur merupakan fungsi yang menurun
dari (dipengaruhi secra terbalik) harga keju secara relatif terhadap anggur,
sedangkan kurva RS menunjukkan
penawaran keju relatif terhadap anggur RD
merupakan fungsi menarik dari harga relatif yang sama.
Harga relatif keju
Jika harga relatif keju berkisar
antara aLC/aLW dan
a*LC/a*Lw, maka penawaran relatif keju adalah sebagai
berikut :
(L/aLC)/(L*/a*LW) (2-4)
Kondisi
keseimbangan harga relatif keju akan ditentukan oleh titik perpotongan antar
kurva penawaran relatif dengan kurva permintaan relatif. Peraga 2-3 menunjukka
kurva permintaan relatif RD yang
berpotongan deengan kurva penawaran relatif RS
pada titik 1, dimana harga relatif keju terletak di antara harga relatif di
masing-masing negara sebelum berlangsungnya kegiatan perdagangan.
Dalam keadaan
seperti ini setiap negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi suatu
barang yang mempunyai keunggulan komparatif. Pada titik 2, harga relatif dunia
kerja setelah perdagangan aLC/aLW,
yang sama dengan iaya pengorbanan (opportunity
cost) dari keju yang dinyatakan dalam satuan nilai anggur di Domestik.
Lantas
apa arti penting dari hasil di atas? Jika harga relatif keju di dalam
perekonomian Domestik sama dengan biaya pengorbanannya, perekonomian Domestik
tidak perlu melakukan spesialisasi dalam produksi keju atau anggur. Dan
kenyataannya, pada titik 2 Domestik harus memproduksi sejumlah anggur dan keju.
Kita dapat menyimpulkan demikian dari kenyataan bahwa penawaran relative keju
lebih rendah dari yang akan diproduksi jika Domestik melakukan spesialisasi
sempurna. Namun, karena dalam perekonomian Asing, PC/PW lebih
rendah daripada biaya pengorbanan dari keju yang dinyatakan dalam anggur, Asing
melakukan spesialisasi sempurna dalam produksi anggur. Karenanya spesialisasi
tetap perlu dilakukan, dan perekonomian yang bersangkutan akan melakukannya
pada produksi barang yang memiliki keunggulan komparatif.
Untuk
sementara, mari kita kesampingkan dahulu adanya kemungkinan bahwa salah satu
perekonomian tidak melakukan spesialisasi sempurna. Kecuali dalam keadaan ini,
hasil yang lazim diperoleh dari perdagangan adalah bahwa harga relatif atas
barng yang diperdagangkan secara internasional (traded good), misalnya keju, terhadap barang yang lain (anggur), akan
terletak di antara tingkat harga sebelum adanya perdagangan di masing-masing
Negara.
Sebagai
akibat dari konvergensi dalam harga relatif ini adalah, setiap Negara melakukan
spesialisasi dalm produksi barng yang memiliki jumlah relatif kebutuhan tenaga
kerja yang lebih rendah. Peningkatan harga relatif keju di Domestik akan
menyebabkan Domestik melakukan spesialisasi dalam produksi keju, dan
memproduksi pada titik F dalam Peraga 2-4a. Penurunan harga relatif keju dalam
perekonomian Asing akan menyebabkan Asing melakukan spesialisasi dalam produksi
anggur, serta memproduksinya pad titik F* pada Peraga 2-4b.
Peraga 2-4 Perdagangan
dapat memperluas kemunginan-kemungkinan Konsumsi
(a)
Domestik (b)
Asing
Keuntungan Perdagangan
Pada
bagian pembahasan di atas kita telah mempelajari bahwa Negara-negara yang
produktivitas tenag kerjanya saling berbeda di setiap industri akan melakukan
spesialisasi produksi pada barang-barang yang dengan sendirinya berlainan.
Selanjutnya kita juga telah menyimak bahwa dua Negara berpotensi untuk
memperoleh keuntungan perdagangan (gains from trade) dari adanya
spesialisasi. Perdagangan yang saling menguntungkan ini dapat ditunjukkan
dengan dua cara.
Adapun
cara pertama guna menunjukkan bahwa spesialisasi dan perdagangan akan saling
menguntungkan pihak-pihak yang terlibat adalah dengan membayangkan perdagangan
sebagai sebuah metode produksi yang bersifat tidak langsung. Perekonomian
Domestik sebenarnya bisa saja menghasilkan anggur sendiri secara langsung,
tetapi perdagangan dengan Asing memungkinkan Negara tersebut untuk
“menghasilkan” anggur dengan memproduksi lebih banyak keju dan kemudian
mempertukarkan sebagian kejunya itu dengan anggur. Metode tidak langsung dalam
“menghasilkan” satu gallon anggur ini merupakan cara yang lebih efisien bila
dibandingkan dengan produksi langsung. Perhatikan pula dua alternatif dalam
menggunakan satu jam kerja. Di satu sisi, perekonomian Domestik dapat
menggunakan satu jam kerja secara langsung untuk menghasilkan 1/aLW
galon anggur. Atau, sebagai alternatifnya, Domestik dapat menggunakan satu jam
kerja yang persis sama untuk menghasilkan 1/aLC kilogram keju. Keju
ini selanjutnya dapat ditukarkan dengan anggur, di mana setiap satu kilogram
keju dapat ditukarkan dengan PC/PW galon anggur, sehingga
jam kerja yang sam tadi menghasilkan (1/aLC)(PC/PW)
galon anggur. Dengan cara demikian, akan lebih banyak anggur yang diperoleh
perekonomian Domestik dibandingkan dengan yang akan didapatnya jika ia
memproduksinya sendiri secara langsung, asalkan:
(1/aLC)(PC/PW) >
1/aLW (2-5)
Atau
PC/PW>aLC/aLW
Namun,
kita juga telah mengetahui bahwa dalam kondisi keseimbangan internasional, jika
tidak ada satu Negara pun yang memproduksi kedua barang (anggur dan keju)
secara sekaligus, kita harus memastikan terpenuhinya syarat PC/PW>aLC/aLW.
Hal ini menunjukkan perekonomian Domestik dapat “menghasilkan” anggur secara
lebih efisien dengan memproduksi keju saja dan menjualnya atau menukarkannya
dengan barang lain, daripada jika ia memproduksi sendiri barang lain tersebut.
Demikian pula halnya, perekonomian Asing dapat “menghasilkan” keju secara lebih
efisien dengan cara memproduksi anggur saja untuk kemudian menjualnya atau
menukarkannya untuk memperoleh keju. Inilah salh satu cara pokok dalam melihat
bahwa kedua Negara sama-sama dapat memperoleh keuntungan dari berlangsungnya
hubungan perdagangan.
Sedangkan
cara yang lain untuk melihat kenyataan bahwa perdagangan itu membuahkan
keuntungan timbal balik kepada semua pihak yang terlibat adalah dengan memahami
bagaimana hubungan perdagangan mempunyai itu berdampak terhadap pilihan-pilihan
dalam kegiatan konsumsi di setiap masing-masing Negara. Tanpa adanya hubungan
perdagangan, pilihan-pilihan konsumsi di setiap Negara akan persis sama dengan
kemungkinan-kemungkinan pruduksinya (garis lurus PF dan P*F* yang telah
disajikan pad Peraga 2-4). Namun dengan terjadinya perdagangan, setiap
perekonomian dapat mengkonsumsi berbagai kombinasi keju dan anggur yang berbeda
dengan kombinasi produksinya. Dalam kalimat lain, pilihannya menjadi lebih
banyak. Pilihan-pilihan konsumsi ini (yakni bagi perekonomian Domestik)
ditunjukkan oleh garis terputus-putus T*F* dalam peraga 2-4a, sedangkan
pilihan-pilihan konsumsi (bagi perekonomian Asing) ditunjukkan oleh F*T* dalam
peraga 2-4b. Setiap hubungan perdagangan senantiasa cenderung memperluas
jangkauan pilihan, dan karenanya perdagangan dapat membuat tingkat
kesejahteraan penduduk dari setiap Negara menjadi lebih tinggi.
Contoh Numerik
Pada
bagian ini, kita akan menggunakan sebuah contoh numerik demi memperkokoh
pemahaman kita terhadp dua hal pokok berikut:
Jika dua Negara melakukan
spesialisasi dalam memproduksi barang di mana mereka memiliki keunggulan
komparatifnya, maka kedua Negara itu akan untung jika berdagang.
Keunggulan komparatif jangan dampai dicampuradukkan
dengan keunggulan absolut; keunggulan
komparatiflah, bukan yang absolut, yang menentukan siapa yangt akan dan yang
seharusnya memproduksi suatu jenis barang.
Misalkan,
jumlah kebutuhan tenaga kerja pada perekonomian Domestik serta Asing adalah
seperti yang tercantum pad Tabel 2-2.
Tabel
2-2 menunjukkan satu hal yang mengagetkan, yakni bahwa kebutuhan tenaga kerja
dalam memproduksi kedua jenis barang itu pada perekonomian Domestik lebih
sedikit dibanding dengan yang dibutuhkan Asing. Artinya, perekonomian Domestik
memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi di kedua sektor ekonomi
(anggur dan keju) daripada perekonomian Asing. Namun, untuk sementara waktu,
kita lewati dulu observasi dari sisi ini. Sebelumnya kita terlebih dahulu akan
menitikberatkan perhatian pada pola perdagangan.
Unsur
pertama yang perlu ditentukan adalah harga relatif keju, yakni PC/PW.
Harga relatif ini tergantung sepenuhnya pad permintaan; namun, kita mengetahui
bahwa harga relatif ini harus terletak di antar tingkat-tingkat biaya
pengorbanan keju di dua Negara. Dalam perekonomian Domestik, aLC=1,
aLW=2; dengan demikian, biaya pengorbanan keju dinyatakan dalam
anggur di Negara itu adalh aLC/aLW=1/2. Sedangkan pada
perekonomian Asing, a*LC=6, a*LW=3; itu berarti biaya
pengorbanan keju=2. Dalam keseimbangan dunia, harga relatif keju harus terletak
di antara kedua ini. Khusus dalam contoh ini, kita mengasumsikan keseimbangan
dunia adlah PC/PW=1: satu kilogram keju dapat
dipertukarkan dengan satu galon anggur.
Dengan
tingkat harga relative keju ini, kita segera dapat melihat bahwa setiap negara
akan melakukan spesialisasi, yakni perekonomian Domestik akan berspesialisasi
dalam usaha berproduksi keju, sedangkan Asing dalam anggur. Untuk mengujinya,
catat bahwa seorang pekerja di Domestik hanya akan memperoleh pendapatan
separuh jika memproduksi anggur dari pendapatan yang bias diperolehnya jika ia
memproduksi keju, sementara itu di Asing adalah kebalikannya.
Selanjutnya
kita bias menganalisis adanya keuntungan perdagangan. Pertama, kita perlu
menunjukkan bahwa Domestik dapat “memproduksi” anggur secara lebih efisien
dengan cara yang tidak langsung, yakni dengan menghasilkan keju dan lantas
mepertukarkannya dengan anggur daripada memproduksinya secara langsung. Hal ini
mudah dipahami: dengan melakukan produksi anggur secara langsung, dalam satu
jam tenaga kerja, Domestik hanya memproduksi ½ galon anggur. Dengan waktu yang
sama Domestik dapat memanfaatkan tenaga kerja itu guna menghasilkan 1 kilogram
keju, yang selanjutnya dapat ditukarkan dengan 1 galon anggur. Ini menunjukkan
bahwa Domestik benar-benar bias memperoleh keuntungan perdagangan. Demikian
pula bagi perekonomian Asing. Dalam satu jam tenaga kerja Asing dapat
memproduksi 1/6 kilogram keju; tetapi dengan waktu yang sam mereka dapat
memproduksi 1/3 galon anggur, dan menukarkannya dengan 1/3 kilogram keju. Itu
sama dengan dua kalinya 1/6 kg keju yang diperoleh dengan menggunakan waktu
yang sama untuk memproduksi keju secara langsung. Dalam contoh ini, secara jelas
telah ditunjukkan bahwa dengan adanya hubungan perdagangan, setiap Negara dapat
menggunakan tenaga dua kali lipat lebih efisien dibandingkan jika mereka
memproduksi sendiri barang-barang yang sebenarnya bias diimpornya.
Upah Relatif
Perbincangan
politik perihal perdagangan internasional acapkali terfokus pada perbandingan
tingkat upah di berbagai Negara. Sebagai contoh, para penentang perdagangan
bebas antara AS dan Meksiko acapkali menekankan bahwa pekerja Meksiko rata-rat
hanya dibayar $2 per jam, sedangkan di AS $15. Pembahasan kita mengenai
perdagangan internasional sampai sejauh ini belum secara eksplisit
membandingkan upah di kedua Negara, namun hal itu sebenarnya mungkin saja
dilakukan dalm konteks contoh numerik ini. Kita bias mengetahui bagimana
perbandingan tingkat upah di dua Negara itu.
Dalam
contoh, kita disebutkan bahwa begitu masing-masing negara melakukan spesialisasi,
semua pekerja dalam perekonomian Domestik akan hanya memproduksi keju.
Mengingat untuk memproduksi 1 kilogram keju para pekerja di negara itu hanya
membutuhkan waktu selama 1 jam, maka tingkat upah di Domestik (untuk satu jam
kerja) adalah sama dengan 1 kilogram keju. Sementara itu perekonomian Asing
akan memproduksi anggur, dan para pekerjanya memerlukan 3 jam kerja untuk
menghasilkan 1 galon anggur; sehingga tingkat upah di Asing adalah senilai 1/3
galon anggur per jam kerja.
Untuk mengubah angka-angka
itu ke dalam satuan uang, kita perlu mengetahui harga keju dan anggur. Andaikan
saja harga satu kilo keju sama dengan segalon anggur, yakni $12. Berdasarkan
harga itu, maka pekerja Domestik memperoleh upah $12 per jam, sedangkan pekerja
Asing hanya $4 per jam. Upah relatif
(relative wage) dari pekerja di suatu negara adalah jumlah
pembayaran yang mereka terima per jamnya, dibandingkan dengan jumlah pembayaran
per jam yang diterima pekerja di negara lain. Jadi, upah relatif para pekerja
Domestik adalah 3.
Jelaslah bahwa upah
relatif ini tidak tergantung pada berapa persisnya harga sekilo keju; entah $12
atau $20, selama harga segalon anggur sama besarnya. Jadi, selama harga relatif
keju yakni
harga sekilo keju dibagi harga segalon anggur sama dengan 1, upah pekerja
Domestik akan tetap tiga kali lipat dari upah pekerja Asing.
Perhatikan bahwa
perbandingan tingkat upah itu identik dengan rasio atau nisbah produktivitas di
kedua industri di masing-masing negara. Dalam memproduksi keju, tingkat
produktivitas perekonomian Domestik enam kali lebih tinggi daripada Asing,
tetapi hanya satu setengah kali dalam produksi anggur, dan akhirnya tingkat
upah di Domestik ini tiga kali lebih tinggi dari Asing. Oleh karena itu,
tingkat upah relatif ini merupakan penghubung antara produktivitas relatif yang
terbentuk di setiap negara dengan keunggulan biaya dalam satu barang. Karena
tingkat upah yang lebih rendah, Asing memiliki keunggulan biaya dalam anggur,
meskipun produktivitas tenaga kerja di negeri ini secara keseluruhan lebih
rendah daripada yang ada di Domestik. Domestik memiliki keunggulan biaya dalam
keju meskipun tingkat upahnya lebih tinggi, sebab upah yang lebih tinggi dapat
dikompensasikan oleh tingkat produktivitas yang lebih tinggi.
Sampai sejauh ini, kita
telah mengembangkan semua model perdagangan internasional yang paling
sederhana. Ternyata model perdagangan satu faktor ala Ricardo terlalu sederhana
untuk melakukan analisis secara lengkap dalam membahas sebab-sebab dan dampak
perdagangan internasional. Namun, penitikberatan kepada produktivitas pekerja
relatif itu dapat menjadi suatu perangkat analisis yang sangat bermanfaat dalam
rangka memahami perdagangan internasional. Dalam hal-hal tertentu, model satu
faktor merupakan cara yang paling baik untuk mengatasi sejumlah kerancuan yang
sering terjadi dalam upaya memahami keunggulan komparatif dan sifat dasar dari
keuntungan perdagangan bebas. Kerancuan-kerancuan ini kerap muncul dalam
perdebatan umum yang berlangsung di seputar kebijakan ekonomi internasional,
dan kerap pula muncul dalam pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh mereka
yang menganggap dirinya sebagai ahli, maka dari itu pada bagian pembahasan
selanjutnya kita perlu menyisihkan waktu untuk membahas beberapa kesalahpahaman
atau kerancuan yang paling sering terjadi tentang keunggulan komparatif,
ditinjau dari model yang telah kita kembangkan.
BERBAGAI KERANCUAN TENTANG KONSEPSI KEUNGGULAN KOMPARATIF
Begitu
banyak gagasan dalam ilmu ekonomi yang dicampuradukkan dalam pengertian dan
penerapannya. Kalangan politisi, para pengusaha dan bahkan para ekonom sendiri
acapkali melontarkan pernyataan yang tidak didasarkan pada analisis ekonomi
yang cermat. Untuk beberapa alasan, hal ini relatif sangat sering terjadi dalam
ekonomi internasional. Jika Anda membaca kolom berita bisnis pada surat kabar
atau majalah mingguan, Anda akan menjumpai setidaknya satu artikel yang berisi
pernyataan aneh atau bahkan ngawur tentang perdagangan internasional. Tiga
kerancuan berikut, sebagai contoh, membuktikan secara jelas kenyataan yang
cukup memprihatinkan itu. Model sederhana tentang keunggulan komparatif yang
telah kita kembangkan di atas agaknya dapat digunakan untuk meninjau mengapa
mereka melakukan kesalahan.
Produktivitas dan Daya Saing
Mitos 1: Perdagangan bebas hanya
akan menguntungkan jika negara Anda cukup produktif dalam menghadapi persaingan
internasional. Argumentasi semacam
ini, yang sangat kerap digunakan dalam pembahasan atas negara-negara
berkembang, menyatakan secara implisit bahwa negara-negara miskin sebaiknya
menutup diri saja dari kegiatan-kegiatan perekonomian internasional sampai
mereka cukup kuat untuk bersaing dengan negara lain. Sebagai contoh, ada
seorang ahli sejarah terkemuka yang belum lama ini melontarkan pernyataan
sembrono, yang mengecam perdagangan bebas, yang menurut pendapatnya tidak akan
pernah terwujud dalam kenyataan. "Apa yang akan terjadi jika anda tidak
dapat memproduksi apa pun yang lebih murah atau lebih efisien ketimbang
negara-negara lain, kecuali kalau anda tega terus-menerus memotong biaya tenaga
kerja?" katanya.
Pendapat para pengamat
tersebut menimbulkan masalah karena tidak mampu memahami hakikat model yang
disusun oleh Ricardo, bahwa keuntungan dari perdagangan bergantung pada
keunggulan komparatif bukannya keunggulan absolut. Perhatian Ricardo
adalah pada negara anda mungkin akhirnya tidak memiliki barang yang bisa
diproduksi lebih efisien daripada negara lain yakni anda bisa mungkin tidak
memiliki keunggulan absolut pada barang apa saja.
Guna melihat kekeliruan
konseptual dalam pandangan tersebut, kita perlu kembali memperhatikan contoh
numerik sederhana yang telah kita bahas sebelumnya. Dalam contoh itu, telah
dipaparkan bahwa perekonomian Domestik membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja
dan karena itu produktivitasnya lebih tinggi di kedua sektor, keju dan anggur.
Namun, sebagaimana yang telah kita ketahui, kedua negara masih dapat memperoleh
keuntungan perdagangan.
Kenyataan ini anehnya
justru seringkali menimbulkan anggapan keliru, yakni bahwa kemampuan mengekspor
suatu barang oleh suatu negara sepenuhnya tergantung kepada keunggulan absolut
dalam tingkat produktivitas. Apa yang sering tidak dipahami adalah bahwa
keunggulan produktivitas mutlak terhadap negara-negara lain dalam memproduksi
suatu barang bukan merupakan suatu kondisi yang perlu (necessary condition) atau
pun cukup (sufficient condition) untuk memiliki keunggulan komparatif
dalam produksi barang tersebut. Dalam model satu faktor yang telah kita
bahas, alasan mengapa produktivitas mutlak dalam suatu industri bukan merupakan
kondisi yang perlu atau pun cukup untuk memiliki keunggulan dalam persaingan
kiranya sudah jelas: Keunggulan kompetitif dari suatu industri tidak hanya
tergantung pada produktivitas relatif terhadap industri luar negeri, melainkan
juga pada tingkat upah domestik relatif terhadap tingkat upah di luar negeri. Tingkat
upah suatu negara, pada gilirannya, akan tergantung pada produktivitas relatif
pada industri-industri lain di negara tersebut. Dalam contoh numerik di atas,
perekonomian Asing kurang efisien jika dibandingkan dengan Domestik dalam
memproduksi anggur, namun ketidakunggulan (disadvantage} produktivitas
relatif yang lebih besar ada pada produksi keju. Karena produktivitas yang
lebih rendah di kedua negara industri ini, Asing harus membayar upah dengan
tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan Domestik, sedemikian rendahnya
sehingga mengakibatkan biaya yang lebih rendah dalam produksi anggur. Sama
halnya dengan di dunia nyata di mana Portugal memiliki produktivitas yang
rendah dalam produksi, katakanlah, pakaian jadi dibandingkan dengan industri
pakaian jadi di Amerika Serikat; akan tetapi karena ketidakunggulan
produktivitas Portugal lebih besar pada industri-industri lainnya, maka
industri pakaian di Portugal akan membayar upah yang sedemikian rendahnya demi
memperoleh keunggulan komparatif dalam industri pakaian jadi.
Akan tetapi, bukankah
keunggulan persaingan yang dibentuk atas dasar tingkat upah rendah merupakan
sesuatu yang tidak wajar? Banyak sekali orang yang berpendapat demikian; dan
keyakinan-keyakinan semacam itu dapat kita rangkum menjadi kerancuan kedua
sebagai berikut.
Argumen Tenaga Kerja yang Murah
Mitos 2: Persaingan
internasional itu tidak adil dan merugikan negara-negara tertentu karena
didasarkan kepada upah yang rendah. Argumen
ini, seringkali disebut sebagai argumen tenaga kerja murah (pauper
labor argument), terutama digunakan oleh kalangan serikat buruh di
negara-negara maju untuk menuntut perlindungan dari pemerintah terhadap tekanan
persaingan dari produk-produk luar negeri. Mereka yang meyakini kebenaran
pandangan ini selalu mendesak agar industri-industri dalam negeri dilindungi
atau diberi proteksi agar jangan sampai digilas oleh industri-industri luar
negeri yang sebenarnya kurang efisien, tapi bisa dijual dengan harga lebih
murah karena para produsennya membayar upah yang sangat rendah. Pandangan ini
sempat berkembang dan diterima luas secara politik. Pada tahun 1993, Ross
Perot, milyuner mandiri yang pernah menjadi calon presiden AS, pernah
memperingatkan perdagangan bebas antara AS dan Meksiko akan merugikan AS karena
upah di Meksiko yang sangat rendah akan memindahkan industri-industri AS ke
sebelah selatan (ke Meksiko). Pada tahun yang sama, Sir James Goldsmith,
milyuner mandiri lainnya yang memiliki pengaruh besar di Parlemen Eropa,
melontarkan pandangan serupa dalam bukunya yang berjudul "Jebakan"
(The Trap). Anehnya, buku ini malah menjadi best-seller di Perancis.
Namun, contoh sederhana
yang telah kita ulas kembali bisa menunjukkan kerancuan dari argumen ini. Dalam
contoh di atas, perekonomian Domestik lebih produktif daripada Asing di kedua
industri, dan biaya produksi anggur yang lebih rendah di negara Asing
sepenuhnya karena tingkat upah yang lebih rendah. Namun, tingkat upah yang
lebih rendah di Asing tidak relevan dengan pertanyaan apakah Domestik
memperoleh keuntungan perdagangan. Apakah tingkat biaya produksi anggur yang
lebih rendah dalam perekonomian Asing ditentukan oleh produktivitas yang tinggi
atau upah yang rendah sesungguhnya bukanlah merupakan masalah. Yang menjadi
masalah bagi Domestik adalah, baginya akan lebih murah untuk menggunakan tenaga
kerja yang dimilikinya guna memproduksi keju dan menukarkannya dengan
anggur daripada ia memproduksi anggur sendiri.
Ini merupakan suatu hal
yang sangat baik bagi Domestik; akan tetapi bagaimana dengan Asing? Tidakkah
ada sesuatu yang salah dengan mendasarkan ekspor suatu negara pada upah yang
murah? Tentu saja hal itu bukan merupakan suatu cara utama yang perlu dipupuk,
namun gagasan yang mengatakan bahwa perdagangan hanya akan menguntungkan jika
Anda menerima upah tinggi jelas merupakan suatu kekeliruan konseptual yang
fatal.
Eksploitasi
Mitos 3: Perdagangan akan mengeksploitasi suatu negara dan
menurunkan tingkat kesejahteraannya jika pekerjanya menerima upah lebih rendah
daripada pekerja di negara-negara lain. Argumen seperti ini sering dilontarkan secara emosional. Sebagai
contoh, seorang kolumnis pernah membandingkan pendapatan seorang presiden
direktur perusahaan
Tabel 2-3
Perubahan-perubahan Upah dan Produktivitas
Produktivitas (% dari tingkat di AS) Persentase
Kenaikan 1963-1996
Negara
|
1963
|
1996
|
Produktivitas
|
Upah Riil
|
Amerika Serikat
|
100
|
100
|
49
|
34
|
Jerman Barat
|
58
|
91
|
133
|
192
|
Jepang
|
32
|
76
|
260
|
220
|
Korea Selatan
|
14
|
50
|
432
|
Tidak ada data
|
rangkaian toko busana yang
mencapai $2 juta per tahun dengan upah $0,56 per jam dari para pekerja di
pabrik-pabrik tekstil di Amerika Tengah yang memasok produk untuk toko-toko
sang presdir. Perbandingan seperti ini memang langsung mengusik nurani keadilan
kita, dan memang menyedihkan bahwa upah di banyak negara masih sedemikian
rendah.
Namun, kalau kota bisa
mengenai perlu tidaknya perdagangan bebas, maka pertanyaan yang lebih relevan
untuk diajukan adalah negara pengekspor produk yang dibuat dengan pekerja
berupah rendah itu menjadi lebih sejahtera atau tidak dengan adanya
perdagangan; bukannya tentang berapa seharusnya para pekerja itu dibayar.
Pertanyaan lain yang juga relevan, apa alternatifnya?
Meskipun abstrak,
contoh numerik itu menegaskan kita tidak bisa menyatakan upah rendah sebagai
wujud eksploitasi, tanpa mengetahui alternatifnya. Ditunjukkan di situ pekerja
Asing menerima upah jauh lebih rendah daripada pekerja Domestik. Kalau kolumnis
itu membacanya, mungkin ia akan langsung menuding adanya eksploitasi di situ.
Namun jika Asing menanggapi "eksploitasi" itu dengan menutup
perdagangannya dengan Domestik (atau menuntut sektor ekspornya untuk menaikkan
gaji pekerja, yang akan menimbulkan dampak serupa), maka yang akan terjadi
justru penurunan upah riil para pekerjanya sendiri. Daya beli tiap pekerjanya
akan turun dari 1/3 menjadi hanya 1/6
kilo keju.
Kolumnis yang membuat
perbandingan tajam itu mungkin termotivasi oleh kemarahannya atas begitu
rendahnya tingkat upah di kawasan Amerika Tengah. Namun, kalau ia menganjurkan
agar mereka menghentikan ekspor, itu sama saja ia menjerumuskan mereka karena
hal itu akan membuat upah mereka lebih kecil lagi.
KEUNGGULAN KOMPARATIF DENGAN BANYAK BARANG
Hingga saat ini,
pembahasan yang kita lakukan didasarkan pada sebuah model di mana hanya ada dua
barang yang diproduksi dan dikonsumsi. Analisis yang sederhana ini memungkinkan
kita menangkap konsep-konsep pokok mengenai keunggulan komparatif dan
perdagangan. Selain itu, seperti telah kita singgung pada bagian pembahasan
yang terdahulu, analisis tersebut merupakan bekal berharga dalam mempelajari
masalah-masalah kebijakan. Namun untuk beranjak ke kenyataan sehari-hari,
adalah penting untuk memahami bagaimana keunggulan komparatif berlaku untuk
model dengan banyak barang.
Penyusunan Model
Untuk sejenak, man kita
bayangkan lagi dunia yang hanya terdiri dari dua negara saja, yakni Domestik
dan Asing. Sama dengan kasus sebelumnya, setiap negara hanya memiliki satu
faktor produksi; yaitu tenaga kerja. Namun, kini setiap negara diasumsikan
dapat mengkonsumsi dan memproduksi banyak barang katakanlah, N jenis
barang sekaligus. Kita nyatakan saja setiap barang dengan nomor, dari 1 sampai N.
Kondisi teknologi yang
ada di masing-masing negara dapat dijelaskan atas dasar jumlah kebutuhan tenaga
kerja untuk masing-masing barang, yaitu jumlah jam kerja yang dibutuhkan dalam
memproduksi setiap jenis barang sebanyak satu unit. Jumlah tenaga kerja untuk
setiap jenis barang dalam perekonomian Domestik kita lambangkan dengan dimana i adalah jumlah barang. Keju kita
tempatkan sebagai barang nomor 7, dan simbol berarti jumlah
kebutuhan tenaga kerja dalam produksi keju. Sesuai dengan aturan yang biasa
kita gunakan dalam bagian-bagian pembahasan sebelumnya, kita akan melambangkan
jumlah kebutuhan tenaga kerja pada perekonomian Asing dengan .
Dalam menganalisis
terbentuknya pola perdagangan, kita perlu menggunakan lebih dari satu metode.
Untuk satu jenis barang saja, kita dapat menghitung , yakni nisbah jumlah kebutuhan tenaga kerja Domestik
terhadap Asing. Metode ini memungkinkan kita untuk memberikan lambang atau
label tertentu kepada setiap jenis barang sedemikian rupa sehingga semakin
kecil nomornya, semakin rendah pula rasionya. Dengan demikian, kita bisa
menyusun urut-urutan berdasarkan nomor sebagai berikut:
Upah Relatif dan Spesialisasi
Selanjutnya mari kita
bicarakan apa yang disebut sebagai pola perdagangan. Pola perdagangan (pattern
of trade) tergantung hanya pada satu hal: nisbah tingkat upah Domestik terhadap
tingkat upah Asing. Jika kita mengetahui nisbah ini, maka kita segera dapat
menentukan barang apa yang akan diproduksi oleh masing-masing negara.
Umpamakanlah saja w
adalah tingkat upah per jam yang berlaku pada perekonomian Domestik, sedangkan w*
adalah tingkat upah per jam pada perekonomian Asing. Nisbah tingkat upah,
yang merupakan pusat perhatian kita, adalah w/w*. Kaidah untuk
mengalokasikan produksi dunia adalah barang akan diproduksi di tempat di mana
produksinya paling murah. Alasan utama yang mendasari perumusan di atas adalah
bahwa suatu jenis barang akan selalu diproduksi di negara yang biaya
produksinya paling rendah. Pada dasarnya. biaya untuk memproduksi suatu barang.
katakanlah itu barang i, adalah
jumlah kebutuhan tenaga kerja untuk membuatnya dikalikan dengan tingkat upah
untuk masing-masing pekerja. Jumlah biaya untuk memproduksi barang i pada
perekonomian Domestik adalah waLi. sedangkan biaya untuk
memproduksi barang yang sama di Asing adalah w*a*Li. Suatu
barang akan diproduksi dengan lebih murah di Domestik jika,
waLi <w*a*Li’
rumusan ini dapat pula
dirombak kembali menjadi sebuah rumusan baru sebagai berikut:
a*Li /aLi>w/w*.
Di lain pihak, akan lebih
murah memproduksi suatu barang di Asing apabila:
waLi >w*a*Li,
kembali, rumusan ini juga
bisa dirombak menjadi sebagai berikut:
a*Li /aLi<w/w*.
Jadi, suatu barang yang
w/w* akan diproduksi di
Domestik, sedangkan barang-barang yang akan diproduksi
oleh perekonomian Asing.
Pada paragraf di atas
kita telah menyusun urut-urutan barang berdasarkan pada yang
makin meningkat (persamaan 2-6). Kriteria dalarn menentukan spesialisasi ini menjelaskan
bahwa apa yang terjadi adalah suatu "penggalan" dari urut-urutan itu,
yang ditentukan oleh nisbah tingkat upah kedua negara, w/w*. Semua
barang yang ada pada penggalan yang sebelah kiri akan diproduksikan oleh
perekonomian Domestik; sedangkan semua barang yang berada di penggalan sebelah
kanan akan diproduksikan oleh perekonomian Asing. (Mungkin juga terjadi,
seperti yang kita lihat berikut ini, bahwa untuk suatu barang, nisbah tingkat
upah persis sama dengan nisbah kebutuhan tenaga kerja. Dalam kasus seperti itu,
batas pemisahnya adalah pada barang yang sama-sama diproduksi di kedua negara).
Tabel 2-4 menyajikan
sebuah contoh numerik, di mana perekonomian Domestik dan Asing sama-sama
mengkonsumsi dan dapat memproduksi lima jenis barang: apel, pisang,
telur ikan (kaviar), kurma, dan encilada.
Dua kolom pertama dari
label ini sudah cukup jelas. Kolom ketiga adalah nisbah antara kebutuhan tenaga
kerja pada perekonomiani Asing dengan kebutuhan tenaga kerja di Domestik untuk
setiap jenis barang atau, keunggulan produktivitas relatif Domestik untuk setiap
barang. Kita telah memberi label ppada setiap jenis barang-barang tersebut dan
mengurutkannya berdasarkan besar-kecilnya keunggulan produktivitas Domestik,
dengan keunggulan yang paling besar pada apel, dan yang paling kecil pada
encilada.
Penentuan barang apa
saja yang diproduksi oleh setiap negara tergantung kepada nisbah tingkat upah
di Domestik dan Asing. Perekonomian Domestik akan mempunyai keunggulan biaya
pada barang yang produktivitas relatifnya lebih tinggi dari tingkat upah
relatif, dan perekonomian Asing akan memiliki keunggulan pada barang-barang
lainnya. Jika, misalnya, tingkat upah di Domestik 5 kali lipat dari Asing, maka
apel dan pisang akan diproduksi di Domestik, sedangkan telur ikan, kurma dan
encilada akan diproduksi di Asing. Namun, jika tingkat upah di Domestik hanya 3
kali lipat dari Asing, maka perekonomian Domestik akan memproduksikan apel,
pisang dan telur ikan, sementara itu perekonomian Asing hanya akan memproduksi kurma
dan encilada.
Tabel 2-4 jumlah kebutuhan
tenaga kerja pada perekonomian domestik dan asing
Barang
|
Kebutuhan tenaga kerja domestik
|
Kebutuhan tenaga kerja asing
|
Keunggulan produktivitas relatif domestik
|
Apel
Pisang
Telur ikan
Kurma
Enchilada
|
1
5
3
6
12
|
10
40
12
12
9
|
10
8
4
3
0.75
|
Lantas apakah pola
spesialisasi seperti ini saling menguntungkan bagi kedua negara? Kita dapat
melihatnya dengan menggunakan metode yang sama seperti yang telah digunakan
sebelumnya: membandingkan biaya tenaga kerja dalam memproduksi suatu barang
secara langsung di suatu negara dengan seandainya barang tersebut
"diproduksi" secara tidak langsung dengan memproduksi barang-barang
lain dan menukarkannya dengan barang kebutuhan konsumsi yang dikehendaki
melalui penyelengaraan hubungan perdagangan internasional: Apabila tingkat
upah di Domestik 3 kali lipat lebih tinggi dari tingkat upah di Asing, Domestik
akan mengimpor kurma dan encilada. Untuk memproduksi 1 unit kurma, perekonomian
Asing membutuhkan 12 unit tenaga kerja, namun biaya tenaga kerja guna
memproduksi barang yang sama di Domestik, dengan perbedaan tingkat upah
tertentu, hanya 4 jam kerja kurang dari 6 jam kerja jika memproduksinya di
Domestik. Untuk encilada, Asing ternyata memiliki produktivitas yang lebih
tinggi dan tingkat upah yang lebih rendah, yakni Domestik hanya memerlukan 3
jam kerja untuk memperoleh 1 unit encilada jika ia melakukan perdagangan,
dibanding dengan 12 jam kerja jika memproduksinya di dalam negeri. Perhitungan
serupa juga akan dapat menunjukkan bahwa Asing pun akan diuntungkan; setiap
barang yang diimpor oleh Asing menjadi lebih murah jika dinyatakan dalam
kebutuhan tenaga kerja barang yang diimpor tersebut dibandingkan kalau
memproduksi barang tersebut di dalam negeri sendiri. Sebagai contoh, seorang
pekerja Asing memerlukan 10 jam untuk memproduksi satu unit apel; meskipun
dengan tingkat upah hanya sepertiga dari yang diterima pekerja Domestik, ia
hanya memerlukan waktu 3 jam untuk membeli satu unit apel dari Domestik.
Akan tetapi, ada satu
hal penting yang terlupakan dalam perhitungan di atas: kita belum menjelaskan
bagaimana caranya menentukan tingkat upah relatif. Pembahasan berikut ini
adalah penjelasannya.
Penentuan Tingkat Upah Relatif dalam Model Banyak Barang
Dalam rangka menentukan
tingkat upah relatif dalam model dua barang, pertama-tama kita perlu menghitung
tingkat upah di Domestik yang dinyatakan dalam satuan nilai keju dan tingkat
upah di Asing yang dinyatakan dalam satuan nilai anggur, lantas menggunakan
harga keju relatif terhadap anggur untuk memperoleh nisbah tingkat upah di
kedua negara atau tingkat upah relatif untuk masing-masing negara. Kita dapat
mengetahui tingkat upah relatif dengan cara-cara demikian karena sebelumnya
kita telah mengetahui bahwa Domestik akan memproduksi keju dan Asing akan
memproduksi anggur. Dalam kasus perekonomian banyak barang, siapa yang hams
memproduksi apa akan sepenuhnya ditentukan oleh tingkat upah relatif; sehingga
prosedur ini tidak dapat diterapkan. Oleh sebab itu, untuk menentukan tingkat
upah relatif yang berlaku dalam suatu perekonomian yang mengenal banyak barang,
kita harus memperhatikan permintaan relatif atas berbagai barang tersebut
sehingga kita pun bisa mengetahui permintaan relatif untuk tenaga kerja. Ini bukanlah
permintaan langsung dari konsumen; melainkan permintaan turunan (derived
demand) yang diturunkan berdasarkan (berasal dari) permintaan atas
barang-barang yang diproduksi oleh segenap tenaga kerja di masing-masing
negara.
Permintaan turunan
relatif bagi tenaga kerja di dalam perekonomian Domestik akan merosot apabila
nisbah tingkat upah di Domestik terhadap perekonomian Asing meningkat. Ada dua
alasan mengapa terjadi demikian. Pertama-kata, andaikata tenaga kerja Domestik,
karena sesuatu alasan, menjadi semakin mahal secara relatif terhadap tenaga
kerja Asing, 'maka barang-barang yang diproduksi di Domestik juga menjadi
relatif lebih mahal, dan permintaan dunia untuk barang-barang ini menurun.
Kedua, karena upah di Domestik meningkat, Domestik akan memproduksi lebih
sedikit barang, sedangkan Asing akan memproduksi lebih banyak, yang pada
gilirannya menurunkan permintaan terhadap tenaga kerja Domestik.
Kita dapat memperjelas
adanya kedua dampak ini dengan menggunakan sebuah contoh numerik. Andaikan saja
kita berawal dari keadaan berikut: pada awalnya, tingkat upah di Domestik 3,5
kali daripada tingkat upah di Asing. Pada tingkat ini, perekonomian Domestik
akan memproduksi apel, pisang dan telur ikan, sedangkan Asing akan memproduksi
kurma dan encilada. Jika upah relatif di Domestik meningkat dari 3,5 menjadi
hampir 4, katakanlah 3,99 kali, pola spesialisasi tidak akan berubah. Akan
tetapi, karena barang-barang yang diproduksi di Domestik menjadi relatif lebih
mahal, maka permintaan relatif untuk barang-barang jenis tersebut akan turun
dan permintaan relatif untuk tenaga kerja Domestik dengan sendirinya juga
mengalami penurunan.
Kemudian, misalkan saja
kini tingkat upah relatif sedikit mengalami kenaikan, yakni dari 3,99 menjadi
4,01. Perubahan kecil ini selanjutnya meningkatkan upah relatif di Domestik
yang kemudian akan menyebabkan terjadinya pergeseran dalam pola spesialisasi.
Karena kini produksi telur ikan lebih murah untuk dilakukan pada perekonomian
Asing daripada di perekonomian Domestik, maka produksi telur ikan pun segera
beralih dari Domestik ke Asing. Lantas implikasi apa yang ditimbulkan oleh
kejadian ini terhadap permintaan relatif atas tenaga kerja Domestik? Jelas
terlihat bahwa dengan peningkatan upah relatif dari hampir 4 menjadi sedikit di
atas 4 mengakibatkan penurunan tajam dalam permintaan relatif, sehingga
produksi telur ikan Domestik anjlok hingga nol, sehingga Asing memperoleh
industri garapan yang baru. Jika tingkat upah relatif terus mengalami kenaikan,
permintaan relatif terhadap tenaga kerja Domestik akan turun secara
berangsur-angsur, kemudian merosot lagi pada tingkat upah relatif sebesar 8,
yakni tatkala produksi pisang beralih ke perekonomian Asing.
Kita dapat menunjukkan
penentuan upah relatif dengan diagram seperti pada Peraga 2-5. Tidak seperti
Peraga 2-3, diagram ini tidak mempunyai kuantitas barang relatif dan harga
relatif dari masing-masing barang tersebut pada sumbu-sumbunya. Sebagai
penggantinya, sumbu-sumbu ini menunjukkan kuantitas tenaga kerja relatif dan
tingkat upah relatif. Permintaan dunia bagi tenaga kerja Domestik relatif
terhadap permintaan dunia bagi tenaga kerja Asing ditunjukkan oleh kurva RD.
Sedangkan penawaran dunia atas tenaga kerja Domestik relatif terhadap
tenaga kerja Asing ditunjukkan oleh garis RS.
Penawaran relatif
tenaga kerja ditentukan oleh banyaknya jumlah tenaga kerja dalam perekonomian
Domestik secara relatif terhadap jumlah tenaga kerja yang ada dalam
perekonomian Asing. Dengan mengasumsikan jumlah jam kerja yang tersedia tidak
bervariasi dengan tingkat upah, maka tingkat upah relatif tidak terpengaruh
oleh penawaran relatif tenaga kerja sehingga RS berbentuk garis
vertikal.
Pada bagian pembahasan
mengenai permintaan relatif untuk tenaga kerja dijelaskan 'mengapa kurva RD berbentuk
"tangga". Kapan pun kita meningkatkan jumlah pekerja Domestik secara
relatif terhadap pekerja Asing, permintaan relatif terhadap barang-barang yang
diproduksi di perekonomian Domestik akan menurun, dan demikian pula halnya
dengan permintaan terhadap tenaga kerja Domestik. Selanjutnya, permintaan
relatif terhadap tenaga kerja Domestik akan merosot tajam jika peningkatan
upah relatif di Domestik membuat suatu barang menjadi lebih murah kalau
diproduksi di Asing. Dengan demikian, bentuk RD menjadi
berselang-seling, yakni antara bentuk garis menurun dari titik kiri atas ke
sebelah kanan bawah ketika tidak ada perubahan dalam pola spesialisasi, dan
berbentuk garis mendatar tatkala permintaan relatif bergeser secara tajam
karena adanya suatu pergeseran dalam pola spesialisasi. Seperti ditunjukkan
dalam Peraga 2-5, bentuk garis mendatar tersebut sepenuhnya sesuai dengan upah
relatif yang menyamakan nisbah produktivitas pada perekonomian Domestik dengan
yang ada di perekonomian Asing untuk masing-masing dari kelima barang yang ada.
Peraga
2-5 Penentuan Upah Relatif
Ada pun ekuilibrium
atau keseimbangan tingkat upah relatif ditentukan oleh perpotongan RD dan
RS. Seperti terlihat pada Peraga, keseimbangan upah relatif ada di titik
3. Pada tingkat upah ini Domestik memproduksi apel, pisang dan telur ikan
sedangkan Asing memproduksi kurma dan encilada. Hasil ini sepenuhnya tergantung
pada ukuran relatif (relative size) perekonomian atau negara (yang akan
menentukan posisi RS) dan permintaan relatif untuk barang-barang (yang
akan menentukan bentuk dan posisi RD).
Seandainya saja titik
perpotongan antara RD dan RS terletak pada salah satu garis
mendatar, maka kedua negara itu akan sama-sama memproduksi barang yang namanya
tercantum pada garis yang bersangkutan.
PERLUASAN PERHITUNGAN DENGAN MEMASUKKAN BIAYA PENGANGKUTAN DAN
BARANG-BARANG YANG TIDAK DAPAT DIPERDAGANGKAN SECARA INTERNASIONAL
Selanjutnya kita akan
memperluas model agar lebih mendekati atau mirip terhadap realitas yang ada
dengan memperhitungkan pengaruh-pengaruh tertentu oleh adanya biaya
pengangkutan. Keberadaan biaya pengangkutan tidak mengubah prinsip-prinsip
dasar keunggulan komparatif atau keuntungan perdagangan. Namun, karena biaya
pengangkutan merupakan suatu bentuk penghambat dalam setiap pergerakan barang
dan jasa, maka unsur biaya ini mengandung implikasi-implikasi yang cukup
penting terhadap mekanisme pengaruh atas perekonomian dunia terbuka (aktif
melakukan perdagangan) oleh berbagai faktor atau variabel ekonomi pokok seperti
halnya bantuan luar negeri, investasi internasional dan neraca pembayaran. Mengingat
kita belum mempelajari arti penting dan dampak-dampak yang ditimbulkan oleh
faktor-faktor ini, maka model satu faktor produksi dengan banyak barang
merupakan wahana yang baik untuk mengungkap pengaruh biaya pengangkutan.
Hal pertama yang perlu
dicatat adalah, perekonomian dunia yang digambarkan oleh model pada bagian
pembahasan yang terdahulu senantiasa ditandai oleh spesialisasi internasional
yang ekstrim. Setidaknya ada satu barang yang diproduksi oleh setiap negara.
Setiap jenis barang diproduksi di Domestik atau di Asing, akan tetapi tidak ada
barang yang diproduksi oleh kedua negara secara sekaligus.
Ada tiga alasan utama
mengapa pola spesialisasi dalam. kegiatan perekonomian internasional yang
sesungguhnya tidak sekaku itu:
1. Adanya lebih dari satu faktor produksi mengurangi kecenderungan
menuju spesialisasi (lihat penjelasan pada dua bab berikut).
2. Negara-negara terkadang melindungi industrinya dari tekanan
persaingan luar negeri (kenyataan ini dibahas dalam Bab 8 sampai 11).
3. Pengangkutan barang dan jasa dari suatu tempat ke tempat lain
senantiasa memerlukan biaya tersendiri yang cukup mahal, dan dalam kasus-kasus
tertentu biaya pengangkutan ini sedemikian besarnya sehingga mendorong banyak
negara untuk berswasembada pada sektor atau jenis barang tertentu.
Dalam contoh
perekonomian dengan banyak barang pada bagian pembahasan yang terdahulu kita
telah menjumpai fakta bahwa pada tingkat upah relatif di Domestik sebesar 3,
Domestik dapat memproduksi apel, pisang dan telur ikan lebih murah daripada Asing,
sedangkan Asing dapat memproduksi kurma dan encilada lebih murah daripada
Domestik. Karenanya, tanpa biaya pengangkutan Domestik akan mengekspor
tiga barang pertama dan mengimpor dua barang lainnya.
Sekarang anggaplah ada
biaya untuk mengangkut barang, dan biaya pengangkutan ini persentasenya
terhadap total biaya produksi sama besarnya, katakanlah sampai. 100 persen.
Biaya pengangkutan ini jelas akan menghambat perdagangan. Sebagai contoh:
kurma, 1 unit barang ini membutuhkan 6 jam kerja jika diproduksi di Domestik
dan 12 jam kerja di Asing. Pada tingkat upah relatif 3, biaya 12 jam kerja di
Asing setara dengan hanya 4 jam kerja di Domestik; maka tanpa adanya biaya
pengangkutan, Domestik pasti akan mengimpor kurma. Akan tetapi dengan adanya
biaya pengangkutan sampai 100 persen, biaya mengimpor kurma akan setara dengan
8 jam kerja di Domestik; sehingga tidak lagi keuntungan dari kegiatan mengimpor
kurma sehingga Domestik akan berusaha memproduksinya sendiri.
Perbandingan biaya
serupa menunjukkan bahwa Asing akan menghadapi kenyataan bahwa lebih murah
memproduksi sendiri telur ikan daripada mengimpornya. Satu unit telur ikan yang
diproduksi di Domestik membutuhkan 3 jam kerja. Meskipun pada tingkat upah
relatif di| Domestik sebesar 3, yang membuatnya setara dengan 9 jam kerja di
Asing, keadaan ini masih lebih murah apabila dibandingkan 12 jam kerja yang
dibutuhkan oleh Asing untuk memproduksi sendiri telur ikan. Maka tanpa adanya
biaya pengangkutan, akan lebih murah bagi Asing untuk mengimpor telur ikan daripada
bersusah-payah untuk memproduksikannya sendiri dengan biaya yang lebih mahal.
Namun sehubungan dengan adanya biaya pengangkutan sebesar 100 persen itu, maka
biaya untuk mengimpor telur ikan akan setara dengan 18 jam kerja di Asing, dan
oleh karena itu perekonomian Asing akan memilih untuk memproduksinya sendiri.
Selanjutnya, hasil dari
pemasukan biaya pengangkutan ke dalam perhitungan pada contoh ini adalah,
sementara Domestik tetap mengekspor apel dan pisang dan mengimpor encilada,
telur ikan dan kurma menjadi barang-barang yang tidak menguntungkan untuk
diperdagangkan secara internasional (non-traded goods) sehingga setiap
negara akan berusaha untuk memproduksi sendiri barang-barang tersebut.
Pada contoh di atas
kita mengasumsikan bahwa biaya pengangkutan merupakan unsur biaya produksi yang
proporsinya sama besar di semua sektor ekonomi. Namun, dalam kenyataannya,
terdapat beragam biaya pengangkutan. Bahkan dalam beberapa kasus transportasi
sama sekali tidak dimungkinkan: jasa-jasa tertentu seperti jasa tukang cukur
atau jasa reparasi mobil tidak dapat diperdagangkan secara internasional
(kecuali di kawasan metropolitan yang memiliki perbatasan dengan negara lain,
seperti Detroit-Windsor). Perdagangan internasional juga bisa dibatasi oleh
rasio atau nisbah berat produk terhadap nilai yang terlalu tinggi, seperti
semen (artinya, produk yang bersangkutan sedemikian berat sehingga biaya
transportasinya sangat mahal bila dibandingkan dengan nilainya sendiri). Itu
sebabnya selama memang masih memungkinkan suatu negara biasa memproduksi semen
sendiri ketimbang mengimpornya, sekalipun semen dapat diproduksi lebih murah di
luar negeri). Banyak barang yang tidak diperdagangkan secara internasional
karena tiadanya keunggulan efisiensi biaya nasional yang kuat dalam
produksinya, atau karena biaya pengangkutannya yang terlampau mahal.
Ada satu catatan
penting dari bagian pembahasan ini yang perlu diperhatikan, yakni banyak negara
yang membelanjakan sebagian terbesar dari pendapatannya untuk membuat sendiri
barang-barang yang tidak diperdagangkan secara internasional. Observasi ini
cukup mengejutkan kalau kita mengaitkannya dengan soal transfer (alih)
pendapatan secara internasional (hal ini dibahas dalam, Bab 5) dan pembahasan
mengenai ekonomi moneter internasional.
BUKTI-BUKTI EMPIRIS BAGI MODEL RICARDO
Model Ricardo tentang
perdagangan internasional merupakan alat analisis yang sangat bermanfaat untuk
memahami alasan-alasan mengapa hubungan perdagangan antar-negara bisa terjadi,
dan apa saja dampak yang dimunculkan oleh perdagangan internasional itu
terhadap kesejahteraan. Tetapi apakah model ini benar-benar sesuai dengan
keadaan di dunia nyata? Apakah model Ricardo bisa menghasilkan
prediksi-prediksi kuat tentang arus perdagangan internasional yang sesungguhnya?
Jawabannya adalah: ya,
bahkan dengan sangat meyakinkan. Memang ada berbagai hal yang membuat
prediksi-prediksi model Ricardo menyesatkan. Dalam kalimat lain, model Ricardo
itu sendiri diliputi oleh sejumlah kelemahan. Pertama, sebagaimana yang telah
diutarakan dalam pembahasan tentang barang-barang tidak diperdagangkan secara
internasional (non-traded goods) pada bagian sebelumnya, model Ricardo
yang relatif sederhana itu memprediksikan suatu tingkat spesialisasi yang
ekstrim sehingga kita tidak akan pernah menjumpainya di dunia nyata. Kedua,
model Ricardo tersebut juga mengabaikan dampak-dampak negatif yang diakibatkan
oleh hubungan-hubungan perdagangan internasional terhadap distribusi
pendapatan di dalam suatu negara, dan karena itu prediksinya yang
mengatakan bahwa suatu negara secara keseluruhan akan selalu memperoleh
keuntungan perdagangan tidak bisa diterima. Dalam kenyataannya, hubungan
perdagangan internasional selalu mengakibatkan dampak-dampak yang kuat terhadap
distribusi pendapatan (ini merupakan pokok bahasan Bab 3). Kelemahan yang
ketiga, model Ricardo tidak member! tempat bagi perbedaan-perbedaan dalam
kepemilikan sumber daya (resources) antar-negara sebagai salah satu
sumber atau penyebab terselenggarakannya perdagangan internasional, sehingga
model tersebut menghilangkan satu aspek penting dari sistem perdagangan (ini
merupakan inti bahasan dalam Bab 4). Terakhir, model Ricardo mengabaikan
kemungkinan peran skala ekonomis (economies of scale) sebagai penyebab
perdagangan, sehingga ia tidak dapat menjelaskan berlangsungnya lalu lintas
perdagangan yang begitu besar antara negara-negara yang sangat serupa dalam
kepemilikan karunia sumber persoalan ini akan dibahas secara mendalam pada
Bab 6.
Namun, terlepas dari
kelemahan-kelemahan ini, prediksi pokok dari model Ricardo yang menyatakan bahwa
negara-negara hendaknya mengekspor barang-barang yang mana negara tersebut
memiliki produktivitas yang relatif tinggi diperkuat oleh bukti-bukti yang
diperoleh dari sejumlah penelitian selama bertahun-tahun.
Beberapa uji klasik
terhadap model Ricardo menggunakan data-data perbandingan produktivitas dan
perdagangan Inggris dan AS pada tahun-tahun pertama seusai Perang Dunia Kedua.
Perbandingan ini menyajikan gambaran yang begitu jelas. Produktivitas tenaga
kerja Inggris lebih kecil daripada yang ada di AS, di hampir semua sektor.
Karena itu, AS menguasai keunggulan absolut pada hampir semua sektor pula.
Meskipun demikian, ekspor Inggris ke AS kurang lebih sama besarnya dengan
ekspor AS ke Inggris pada saat itu. Jelaslah bahwa pada beberapa sektor
tertentu, keunggulan komparatifnya dimiliki Inggris, meskipun produktivitas
absolutnya lebih rendah. Berdasarkan model Ricardo, kita dapat menduga bahwa
pada sektor-sektor itu keunggulan absolut AS paling kecil.
Peraga 2-6
memperlihatkan bukti-bukti yang mendukung kesahihan model Ricardo, dengan
menggunakan data yang disajikan di dalam makalah ekonom terkemuka dari
Hungaria, Bela Balassa. pada tahun 1963. Peraga ini bermaksud membandingkan
nisbah ekspor Amerika Serikat terhadap Inggris pada tahun 1951 dengan nisbah
produktivitas Amerika Serikat terhadap Inggris, untuk 26 produk industri
manufaktur. Nisbah produktivitas diukur pada sumbu horizontal, sedangkan
nisbah ekspor pada sumbu vertikal. Kedua sumbu dinyatakan dalam skala
logaritma; ini bukan sesuatu yang sangat mendasar, melainkan sekedar untuk
menghasilkan ilustrasi yang lebih jelas.
Teori Ricardo membawa
kita pada suatu pemaparan umum bahwa semakin tinggi produktivitas relatif dalam
perindustrian Amerika Serikat, maka akan semakin besar kemungkinan bagi
perusahaan-perusahaan Amerika Serikat untuk mengekspor produk industri tersebut.
Dan inilah yang ditunjukkan oleh Peraga 2-6. Dalam kenyataannya, pola
persebaran yang terletak dekat di sekitar garis lurus, juga tercermin pada
Peraga tersebut. Perlu diingat bahwa data yang digunakan untuk perbandingan di
sini, seperti juga semua data ekonomi, mengandung kesalahan-kesalahan
pengukuran yang bersifat mendasar (substantial measurement errors)', namun
dalam hal ini tingkat keakuratannya kiranya sudah sangat tinggi.
Hal lain yang menarik
untuk dicatat adalah bahwa bukti yang tercermin pada Peraga 2-6 memperkuat
pengertian pokok yang ditonjolkan oleh Model Ricardo, yakni bahwa terlaksananya
hubungan perdagangan internasional bergantung pada keunggulan komparatif, bukan
pada keunggulan absolut/mutlak. Pada rentang waktu yang
direpresentasikan oleh data, perindustrian Amerika Serikat mempunyai
produktivitas yang lebih tinggi daripada perindustrian Inggris yakni mencapai rata-rata
dua kali lebih tinggi. Kerancuan umum yang mengatakan bahwa suatu negara hanya
dapat bersaing jika ia dapat mengalahkan produktivitas negara lain, seperti
yang telah kita bahas pada bagian pembahasan terdahulu pada bab ini, terbukti
patut diragukan, mengingat keunggulan ekspor Amerika Serikat terdapat pada
semua industri, namun tokoh hubungan perdagangan dengan Inggris tetap
berlangsung. Di samping itu, model Ricardo menyatakan bahwa kenyataan suatu
negara memiliki produktivitas yang lebih tinggi di suatu industri dibandingkan
dengan luar negeri tidak cukup untuk menjamin bahwa negara tersebut akan selalu
mampu mengekspor hasil-hasil industri yang bersangkutan; karena hal itu
mensyaratkan produktivitas relatif yang harus lebih tinggi dibandingkan dengan
produktivitas relatif di sektor-sektor lain. Sebagaimana yang terjadi,
produktivitas perindustrian Amerika Serikat melebihi Inggris di semua sektor
seperti yang ditunjukkan oleh Peraga 2-6, dengan kelebihan yang berkisar dan 11
sampai 366 persen. Akan tetapi, di 12 sektor industri, Inggris ternyata mampu
mengekspor lebih banyak dan Amerika Serikat. Peraga ini juga menunjukkan bahwa
secara umum ekspor Amerika Serikat mampu mengungguli ekspor Inggris hanya pada
industri-industri di mana keunggulan produktivitas Amerika Serikat minimal dua
kali lipat lebih besar.
Bukti lebih baru bagi
model Ricardo tidak sejelas itu. Ini antara lain disebabkan perdagangan dunia
dan spesialisasi tiap negara yang begitu pesat tidak memungkinkan kita melihat
apa yang dilakukan tiap negara dalam kaitan itu! Dalam perekonomian dunia di
era 1990-an, ada sejumlah negara yang sama sekali tidak memproduksi barang yang
keunggulan komparatifnya tidak ia kuasai sehingga kita tidak bisa mengukur
produktivitasnya di sektor tersebut. Sebagian contoh, kebanyakan negara tidak
membuat pesawat terbang sendiri, sehingga tidak ada data tentang berapa
kebutuhan tenaga kerjanya, jika hal itu mereka lakukan. Meskipun demikian, ada
kepingan-kepingan data yang menunjukkan bahwa perbedaan produktivitas tenaga
kerja tetap memainkan peran penting dalam menentukan pola perdagangan dunia.
Hal pokok yang mungkin
perlu ditekankan di sini adalah perbedaan produktivitas tenaga kerja
antar-negara masih cukup besar, dan perbedaan ini bervariasi pada tiap sektor
industri. Sebagai contoh, sebuah penelitian mendapati bahwa produktivitas
rata-rata tenaga kerja di Jepang pada sektor manufaktur secara umum di tahun
1990 20 persen lebih rendah ketimbang di AS. Namun, khusus pada sektor industri
mobil dan suku cadangnya, produktivitas pekerja Jepang 16 hingga 24 persen lebih
tinggi daripada yang ada di AS. Hal ini membuat kita tidak perlu heran
kalau Jepang mampu mengekspor jutaan unit mobil ke AS setiap tahunnya.
Dalam kasus otomotif
itu, mungkin kita tergoda untuk menduga bahwa hal itu lebih disebabkan oleh
keunggulan absolut: karenanya produktivitasnya paling tinggi, maka Jepanglah
yang menjadi pengekspor mobil terbesar di dunia. Sedangkan pengaruh keunggulan komparatif
lebih bisa dilihat pada perdagangan dunia di sektor industri pakaian.
Berdasarkan ukuran mana pun, negara-negara maju seperti AS memiliki
produktivitas pekerja industri manufaktur pakaian yang lebih tinggi ketimbang
negara-negara industri baru seperti Meksiko atau China. Namun, karena teknologi
manufaktur pakaian relatif sederhana, keunggulan produktivitas negara-negara
maju di sektor ini lebih rendah ketimbang keunggulan produktivitas mereka di
sektor-sektor lain. Sebagai contoh, pada tahun 1992, produktivitas rata-rata
pekerja sektor manufaktur AS sekitar lima kali lebih .tinggi ketimbang di
Meksiko, namun khusus di sektor pakaian, keunggulannya mungkin hanya sekitar 50
persen. Karena itu, negara-negara berupah rendahlah yang mengekspor pakaian ke
negara-negara berupah tinggi.
Ringkasnya, meskipun
tidak banyak ekonom yang meyakini sepenuhnya kegunaan model Ricardo dalam
menjelaskan sebab dan akibat perdagangan dunia, dua implikasi utamanya yakni bahwa perbedaan
produktivitas memainkan peran penting dalam perdagangan dunia dan bahwa
keunggulan komparatiflah yang menentukan, bukannya keunggulan absolut didukung secara meyakinkan oleh data-data
yang ada.
0 comments:
Posting Komentar