Leverage (pengungkit), mengacu pada suatu kondisi yang menguntungkan
karena memiliki unsur biaya yang stabil yang menunjang suatu tingkat volume
yang tinggi. Leverage ada dua macam, leverage operasi dan leverage
keuangan. Leverage operasi disebabkan karena sebagian biaya usaha
bersifat tetap, sedangkan peningkatan volume operasi yang terjadi cukup
besar. Akibatnya laba akan naik atau turun lebih tajam dibandingkan dengan
perubahan volume operasi.
Demikian
pula, leverage keuangan akan terjadi bila struktur modal suatu
perusahaan mengandung hutang (kewajiban) dengan suku bunga yang tetap.
Pengaruh leverage keuangan ini identik dengan yang terjadi pada leverage
operasi, dimana laba setelah bunga akan naik atau turun lebih tajam
daripada fluktuasi volume operasi. Leverage keuangan dan leverage
operasi sebenarnya sama pada prinsipnya, namun disebabkan oleh penyebab
yang berbeda.
Baik leverage operasi maupun leverage
keuangan dapat hadir dalam setiap perusahaan. Dampak keduanya terhadap laba
bersih perusahaan akan saling menguatkan.
Pembedaan
antara biaya tetap dan variabel adalah sebuah gagasan lama. Pembedaan ini
memberikan dasar perhitungan Break Even Point bagi perusahaan atau titik impas.
Konsep titik impas pada dasarnya muncul dari sebuah pertanyaan sederhana
tentang berapa unit produk atau jasa yang harus terjual untuk menutupi biaya
tetap. Harga jual mesti ditetapkan pada suatu tingkat yang cukup sehingga mampu
memulihkan semua biaya langsung (biaya variabel) dan memberikan tingkat marjin
kontribusi tertentu untuk menutup biaya tetap. Setelah marjin kontribusi yang
mencukupi mampu untuk menutupi biaya tetap, maka penambahan setiap unit yang
terjual akan menghasilkan laba bagi perusahaan. Kecuali bila lapisan biaya
tetap baru muncul karena meningkatnya volume operasi secara signifikan. Dalam
hal ini, hitungan-hitungan titik impas yang baru akan muncul.
Kita
harus berhati-hati di sini. Tidak ada yang mutlak dalam konsep biaya tetap,
karena dalam jangka panjang setiap unsur biaya akan menjadi variabel. Biaya
merupakan konsekuensi dari keputusan manajemen. Akibatnya, konsep titik impas
harus ditangani dengan tingkat fleksibilitas yang tinggi.
Seperti
yang telah dikemukakan, adanya biaya tetap pada operasi perusahaan cenderung
memperbesar laba pada tingkat volume operasi yang lebih tinggi. Hal ini
dikarenakan setiap marjin kontribusi dari tambahan unit yang terjual akan lebih
besar daripada biaya tetap per unit yang dikeluarkan untuk memproduksinya.
Setelah
semua biaya tetap bisa dipulihkan oleh marjin kontribusi, maka laba akan
bertumbuh lebih cepat secara disproporsional terhadap pertumbuhan volume. Ini
tergantung pada proporsi biaya tetap dan variabel dalam struktur biaya
perusahaan. Total penambahan kontribusi dari setiap unit produk tambahan mampu
menghasilkan lonjakan besar dalam keseluruhan laba. Sayangnya, pengaruh yang
sama juga berlaku bila terjadi penurunan volume operasi, yang mengakibatkan
penururunan laba dan akselerasi rugi yang tidak proporsional terhadap
pengurangan volume. Kesimpulannya, leverage operasi ini merupakan sebuah
pedang bermata dua.
Bagan
di bawah ini menggambarkan sifat biaya-biaya dan posisi Break Even Point
atau titik impas yang secara general terjadi di banyak perusahaan.
Keterangan:
A
= Lapisan biaya tetap baru karena volume bertambah
B
= Tenaga kerja ditambah, sehingga biaya overhead naik
C
= Overhead akhirnya naik lagi, karena adanya lembur
D
= Efisiensi dalam operasi mengurangi biaya variabel per unit
E
= Tenaga kerja tambahan menyebabkan inefisiensi dan
output yang lebih rendah, dengan lebih banyak kerusakan
F
= Kenaikan output yang terakhir harus dijual dengan harga
yang agak rendah, atau sesuai dengan kontrak
Leverage keuangan
Hubungan
dasar biaya tetap dan biaya variabel pada pemaparan di atas dapat pula
digunakan untuk menelaah pengaruh berbagai proporsi hutang dalam struktur
keuangan/pemodalan perusahaan, yakni untuk menganalisa tingkat leverage
keuangan dari suatu perusahaan. Ada suatu kemiripan signifikan antara leverage
operasi dan leverage keuangan, dimana keduanya memungkinkan kita
(manajemen) untuk menggali keuntungan dengan memanfaatkan sifat biaya tetap
dalam kaitannya dengan penambahan volume.
Dengan
leverage keuangan, perusahaan dapat memperoleh manfaat jika uang yang
dipinjam dengan suku bunga tetap kemudian digunakan untuk memperoleh tingkat
pengembalian (return) yang lebih tinggi daripada tingkat bunga
pinjamannya. Selisih tersebut, tentu saja akan diakui sebagai laba untuk
pemilik usaha. Perusahaan yang mampu untuk menanamkan modalnya secara konsisten
dengan cara ini akan memperoleh tingkat pengembalian yang lebih tinggi daripada
tingkat bunga yang berlaku. Perusahaan akan memperoleh manfaat besar jika melakukan
perdagangan ekuitas (trading on equity). Pernyataan ini berarti, membuat
pinjaman sebanyak mungkin berdasarkan perhitungan yang cermat, akan dapat
meningkatkan pengembalian atas ekuitas pemilik, yang berasal dari selisih
positif antara tingkat pengembalian dan suku bunga yang harus dibayarkan.
Bagan
di bawah ini menunjukkan pengaruh leverage keuangan terhadap tingkat
pengembalian ekuitas berdasarkan tiga kondisi pengembalian atas aset bersih (return
on net asset / RONA). Ketiga kurva di bawah didasarkan atas asumsi bahwa
dana pinjaman diperoleh perusahaan dengan tingkat bunga 9 % setelah pajak {=12%
x (1 - 25%). Angka 9 % ini didasarkan asumsi tingkat bunga pinjaman 12% dan
tarif pajak yang berlaku di Indonesia adalah 25%.
Keterangan:
A
= Pengembalian atas aktiva neto 20%
B
= Pengembalian atas aktiva neto 12%
C
= Pengembalian atas aktiva neto 5%
Jika
tingkat pengembalian normal atas kapasitas perusahaan sebelum bunga dan setelah
pajak (RONA) adalah 20% (kurva A), maka kenaikan proporsi hutang akan
menyebabkan peningkatan yang dramatis pada tingkat pengembalian atas ekuitas (return
on equity / ROE) perusahaan. Tingkat pengembalian ini akan melonjak
sampai mendekati bilangan tak terhingga jika proporsi pinjaman mendekati 100%.
Sementara itu, kurva B dan C menunjukkan pengaruh leverage dengan
keuntungan yang tidak terlalu mencolok. Semula memang agak mendatar, namun
tingkat pengembalian atas modal akan meningkat bila proporsi pinjaman bertambah
besar.
Akan
tetapi, jangan lupa bahwa pengaruh leverage berlaku pula untuk arah yang
berlawanan. Dampak ini terlihat jelas pada jarak di antara kurva A, B dan C
yang semakin menjauh jika proporsi pinjaman semakin besar. Jika pendapatan
menurun, tingkat pengembalian atas ekuitas akan turun sangat cepat.
Untuk
menyatakan hubungan leverage keuangan, kita mulai dengan mendefinisikan
komponennya. Laba setelah pajak (L) sekarang harus dibubungkan dengan ekuitas
modal (M) dan hutang jangka panjang (H) yang akan dikenakan bunga setelah pajak
sebesar b. Kita juga menghitung tingkat pengembalian atas ekuitas (P) dan
tingkat pengembalian atas aktiva bersih (kapitalisasi) sebelum bunga dan
setelah pajak sebesar p. Pertama-tama kita tentukan tingkat pengembalian atas
modal sebagai:
P
=
L/M
…. (Rumus pertama)
Dengan tingkat pengembalian atas
kapitalisasi (jumlah modal dan hutang) sebagai:
p = {
L + (H x b) } / (M + H)
…. (Rumus kedua)
Dengan menggunakan kalkulasi ini,
maka sekarang kita merumuskan kembali laba (L) dengan komponennya sebagai
berikut:
L = {p (M+H) } -
(H x
b)
…. (Rumus ketiga)
Hitungan
di atas menunjukkan selisih antara pengembalian atas total kapitalisasi (M+H)
dengan biaya bunga setelah pajak atas hutang yang masih beredar (b). Kemudian
rumus pertama di atas dapat ditulis ulang menjadi:
P = {p (M+H) - (H
x b)} / M
…. (Penurunan rumus pertama)
yang dapat diringkas menjadi
persamaan final:
P = p + {(H/M) (p
- b)}
…. (Persamaan final)
Persamaan
final ini memperlihatkan pengaruh leverage yang merupakan selisih
perubahan positif, yakni proporsi hutang terhadap ekuitas (H/M) dikalikan
dengan selisih antara pengembalian atas aktiva bersih dan biaya bunga
setelah pajak (p - b). Jadi bisa terlihat bahwa adanya penambahan proporsi
hutang ke dalam struktur modal perusahaan akan menyebabkan pengembalian atas
ekuitas semakin besar sebesar (H/M) selama biaya bunga tidak melebihi
kemampuan perusahaan menghasilkan laba.
Namun
bila jumlah hutang dalam struktur permodalan semakin besar, Anda juga
dianjurkan untuk mempertimbangkan dampak leverage yang berlawanan, yakni
bila beban bunga ternyata melebihi kemampuan untuk menghasilkan pengembalian
atas investasi yang dilakukan dengan pinjaman dana tersebut.
Kita
juga dapat membalik perhitungan, yakni membahas dampak leverage terhadap
tingkat pengembalian atas aktiva bersih, atau p yang diperlukan untuk
memberikan tingkat pengembalian atas modal sendiri (ekuitas) atau tingkat P
tertentu.
Dengan tingkat bunga setelah pajak,
b = 9% dan target pengembalian atas modal sendiri, P = 12%, kita dapat menentukan
tingkat pengembalian minimum atas investasi dalam aktiva bersih (p) yang
diperlukan dengan variasi-variasi struktur permodalan sebagai berikut.
H = 0% dan M = 100% maka p = 12,0 %
H = 25% dan M = 75% maka p = 11,3 %
H = 50% dan M = 50% maka p = 10,5 %
H = 75% dan M = 25% maka p
= 9,8 %
H = 100% dan M = 0% maka p
= 9,0 %
Untuk
struktur modal yang menggunakan hutang 100% (fully leverage), maka
tingkat pengembalian minimum atas investasi dalamaktiva bersih (p) harus
setidaknya 9% atau sama dengan tingkat bunga setelah pajak berdasarkan
perhitungan di atas. Perhitungan dengan angka-angka ini boleh dikatakan mudah.
Namun jauh lebih sulit menafsirkan kondisi-kondisi tersebut dan mengolahnya
menjadi suatu strategi keuangan perusahaan yang tepat. Tidak ada manajemen yang
leluasa dalam menentukan sendiri struktur modal perusahaan.
Untuk
kepentingannya sendiri, pada kreditur atau pemberi pinjaman biasanya akan
menentukan batas tertinggi dari pinjaman yang dapat diperoleh perusahaan. Untuk
perusahaan manufaktur, lazimnya struktur hutang jangka panjangnya berkisar
antara 0 - 50% dari seluruh kapitalisasi, sedangkan pada perusahaan pelayanan
umum akan berkisar antara 30 - 60%. Perusahaan dagang yang memiliki aktiva
likuid dalam jumlah besar bisa membuat hutang dalam proporsi yang lebih besar
lagi. Fakta masa lalu menunjukkan bahwa tren leveraged buyout sejak
tahun 1980-an telah menyebabkan tingkat hutang yang jauh di atas “normal” bagi
struktur permodalan beberapa perusahaan. Dalam hal ini, leverage
keuangan yang digunakan adalah yang semaksimal mungkin, yang juga dengan cepat
memperbesar risiko bila terjadi dampak yang berlawanan saat arus kas turun di
bawah perkiraan. Sama halnya dengan leverage operasi, leverage keuangan juga
merupakan pedang bermata dua.
Kesimpulannya,
leverage operasi dan leverage keuangan merupakan dua faktor dari sekian
banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.
0 comments:
Posting Komentar